Tuesday, October 25, 2005

Bersama K.H. Usman Umar Shihab di Tokyo

Ramadhan di Tokyo serasa di Indonesia, tetapi dengan nuansa kekhusyu'an yang khas. Dahaga spiritual para migran dan komunitas muslim di Jepang terasa terobati dengan hadirnya para ulama dari Indonesia. Panitia Ramadhan di Tokyo yang dikelola oleh organisasi muslim Indonesia terkemuka (Tokyo Indonesian Moslem Community) sengaja mengundang ulama-ulama dari Indonesia. Pada ramadhan kali ini diundang sejumlah ulama terkemuka, mereka adalah K.H. Abu Luay, K.H.Miftah Faridh, K.H.Jauhary Musadat, K.H.Usman Umar Shihab dan K.H. Didin Hafiduddin. Ulama-ulama yang bergelar Master dan Doktor ini secara bergiliran memberikan materi ceramah ba'da Tarawih dan dialog Ramadhan Mingguan dari materi tentang Aqidah, Syariah, Ahlak, sampai muamalah lainya seperti masalah ekonomi umat. Sungguh dahaga spiritual komunitas muslim di Tokyo terobati, dan semoga Ramadhan kali ini makin menambah dan meningkatkan kualitas keimanan masyarakat Muslim Indonesia di Tokyo. Foto ini adalah saat penulis bersama K.H.Usman Umar Shihab. Penulis ingat betul pesan Ust.Usman bahwa ciri orang bertauhid pada Allah adalah: Takut pada Allah, Malu pada Allah, Zdikir pada Allah, Rindu pada Allah dan Cinta pada Allah. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang selalu mencintai Allah. Amin.

Friday, October 07, 2005

Indonesia : Pergerakan Islam Kontemporer

Mendiskusikan Buku Dr.Ken Miichi
インドネシア―イスラーム主義のゆくえ
(Indonesia : Pergerakan Islam Kontemporer)
Oleh : Ubedilah Badrun
Tulisan ini dimuat di www.hminews.com pada rubrik Resensi Buku

Fenomena pergerakan Islam kontemporer di Indonesia dianalisis secara cukup menarik oleh Dr.Ken Miichi (Indonesianis dari Center for Southeast Asian Studies - Kyoto University-Jepang) dalam bukunyaインドネシア―イスラーム主義のゆくえ (Indonesia: Pergerakan Islam Kontemporer). Dalam buku yang terbit tahun lalu dan masih berbahasa Jepang itu Ken Miichi mengurainya dengan data-data yang diperolehnya melalui pengamatan langsung, dari berbagai sumber buku maupun wawancara di Indonesia. Rangkuman isi bukunya yang berbahasa Inggris bisa di lihat melalui website International Institute for Asian Studies (www.iias.nl) dengan judul Islamic Youth Movements in Indonesia.
Periode tahun ‘70-an dijadikan oleh Ken Miichi sebagai periode pergerakan yang kemudian memberi warna bagi hadirnya pergerakan Islam Indonesia kontemporer. Salah satu yang menarik perhatian Miichi adalah fenomena gerakan dakwah kampus di Indonesia. Miichi meyakini bahwa beberapa hal telah mempengaruhi munculnya gerakan dakwah kampus ini, antara lain peristiwa Revolusi Islam Iran tahun 1979 dan sejumlah pemikiran yang bersumber dari buku-buku pemikir Timur Tengah yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pada waktu itu. Beberapa pemikiran yang dimaksud seperti pemikiran Sayyid Qutub (tokoh Ikhwanul Muslimin-Mesir), Fazlur Rahman (Neo-modernis Pakistan) dan Ali Shariati (Idiolog Revolusi Islam Iran). Meskipun kemudian diyakini Miichi bahwa gerakan dakwah kampus yang dimotori oleh masjid Salman ITB ini dalam program-program trainingnya sepenuhnya meniru gaya gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir yang dibentuk Hasan Albana.
Faktor kondisi sosial politik Indonesia pada periode itu kurang menjadi perhatian Miichi (sangat sedikit mengurai benang merah dari peristiwa Malari 1974 dan gerakan protes mahasiswa menolak Soeharto pada tahun 1978). Padahal faktor kondisi sosial politik lainya pada periode itu cukup memberi kontroibusi bagi lahirnya pergerakan Islam ala kampus. Sebut saja misalnya represifnya Orde Baru membelenggu kebebasan mahasiswa dengan kebijakan NKK/BKK pasca Malari 1974, kebijakan fusi partai politik pada 1973 agar Orde Baru mudah mengendalikan Partai, kebijakan azas tunggal , dan 5 paket undang-undang politik yang dirancang secara sistimatis oleh rezim Orde Baru untuk mematikan gerakan kritis mahasiswa pada 1985. Termasuk yang luput dari perhatian Miichi adalah pengekangan Orde Baru terhadap HMI yang kemudian menimbulkan friksi dan lahirnya faksi di tubuh HMI (HMI Dipo dan HMI MPO). Faksi HMI MPO yang tetap mempertahankan Azas Islam kemudian sebagian aktifisnya juga menjadi penggerak Lembaga Dakwah Kampus sebagai medan dakwahnya (Khususnya di beberapa kampus di Jakarta, Yogyakarta, dan Makassar). Sebelum datangnya gelombang baru gerakan dakwah kampus yang massif dan solid (produk Masjid Salman ITB dan binaan alumni Timur Tengah ke Kampus), penggerak Lembaga Dakwah Kampus adalah para aktifis HMI yang kental keislamanya. Dr.Imaduddin, sang idiolog Masjid Salman ITB adalah juga aktifis HMI.
Pada perjalanannya menurut Miichi gerakan dakwah kampus yang dimotori komunitas Masjid Salman ITB kemudian menjadi embrio bagi lahirnya KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan PKS (Partai Keadilan Sejahtera. Miichi selanjutnya mengemukakan bahwa gerakan dakwah ini meskipun menerima nilai-nilai modern (demokrasi, hak azasi manusia, dll) tetapi cara memahaminya berbeda dengan perspektif Barat. Disini Miichi sayang sekali kurang mengeksplorasi persentuhan gagasan Barat dengan gerakan Dakwah Kampus ini. Padahal dalam Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus yang diadakan secara Nasional kerap muncul tema-tema peradaban yang mencoba menggali nilai-nilai peradaban Barat baik secara posistif maupun negatif. Beberapa analisis sederhana juga muncul, misalnya mengamati gerakan dakwah kampus ini dari fenomena terpisahnya tempat duduk perempuan dengan laki-laki dalam pertemuan-pertemuan gerakan dakwah kampus. Miichi meyakini bahwa gerakan dakwah kampus (dengan representasi PKS) masih sulit melepaskan diri dari identitas kelompok militan dengan merujuk manifesto politik PKS yang menekankan konsep Khalifah di muka bumi, meskipun analisis terhadap konsep Khalifah tidak dilakukannya secara mendalam. Miichi kemudian memuji cara-cara moderat PKS dalam mensikapi berbagai hal.
Hal menarik lainnya yang dilakukan Miichi untuk memahami fenomena gerakan dakwah kampus ini adalah fenomena Islamic Left dikalangan muda Islam Kampus. Islamic Left di kampus ini tumbuh dari latar belakang pesantren yang berlatar tradisi Nahdlatul Ulama (NU). Gelombang masuknya alumni pesantren ke IAIN pada periode antara tahun1979 hingga 1989 yang mengalami perkembangan signifikan juga memberi warna khas bagi lahirnya gerakan muda Islam di kampus yang cenderung masuk dalam kategori Islamic Left. Kecenderungan itu terlihat dari kajian-kajian yang dilakukannya dari diskusi soal Marx, Gramsci, Foucault, Hasan Hanafi, Mohammaed Arkoun, maupun pemikiran-penikiran lainya. Nampaknya Miichi juga cukup tertarik dengan LKiS (Lembaga Kajian Islam dan Sosial) yang di motori para aktifis muda Islam IAIN Yogyakarta era tahun 1990-an. Sebuah lembaga yang dinilainya cenderung Islamic Left dan aktif menularkan diskusi-diskusi Islam transformatif dan toleran, termasuk toleran terhadap budaya lokal. LKiS juga terkenal dengan penerbitan buku-buku sejenis Islamic Left dan aktif melakukan training-training sosial.
Dua penggambaran model pergerakan Islam di Indonesia yang dianalisis Miichi (fenomena Islamic Left dan Partai Keadilan Sejahtera) menarik untuk didiskusikan. Meskipun sayang sekali keseluruhan isi bukunya masih berbahasa Jepang sehingga penulis cukup kesulitan memahami keseluruhannya. Pada akhir analisisnya Miichi mengemukakan bahwa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sulit dipertimbangkan sebagai partai radikal sebab melihat metode-metode yang dilakukannya menggunakan metode-metode moderat. Dalam konteks keterbatasan analisis, Miichi masih menyisahkan lobang-lobang untuk bisa memahami secara menyeluruh tentang Pergerakan Islam Kontemporer di Indonesia. Termasuk diakui Miichi saat diskusi dengan penulis atas luputnya perhatian Miichi terhadap fenomena HMI MPO yang sejumlah alumninya juga aktif di PKS. Miichi kemudian menegaskan dalam bincang-bincang usai penulis menjadi panelis bedah bukunya yang diselenggrakan PIP PKS Jepang beberapa waktu lalu bahwa dirinya tertarik untuk meneliti HMI MPO.
Pada akhirnya Miichi kemudian meyakini bahwa tidaklah tepat jika melihat Pergerakan Islam Kontemporer di Indoneisa hanya dilihat secara dikotomis antara Islam Radikal dengan Islam Moderat. Sebab memang Pergerakan Islam di Indonesia spektrumnya amat beragam dan ini potensi besar bagi bangkitnya model pergerakan Islam yang makin matang dan menarik di Indonesia.

Ubedilah Badrun, tinggal di Tokyo-Jepang.

<